Setelah Zenius Ditutup: Bagaimana Startup Edtech Lainnya Akan Bertahan?

Kamu pasti kaget dengar kabar tutupnya Zenius minggu lalu. Startup pendidikan digital yang sudah berusia 20 tahun itu memutuskan menghentikan sementara operasinya karena berbagai kendala, termasuk kondisi ekonomi yang tidak stabil. Kejadian ini bisa menimpa startup edtech lain, kata Bhima Yudhistira, pakar ekonomi dan Direktur CELIOS.

“Insiden di Zenius bisa menular ke destatoto daftar startup edtech lain. Karenanya, banyak edtech lain segera beralih dengan mengakuisisi perusahaan bimbingan belajar atau perusahaan spesialis yang tatap muka, ini kemungkinan strategi keluar yang paling memungkinkan,” ujarnya.

Mengapa Zenius Memutuskan Tutup Operasional Setelah 20 Tahun Berdiri?

Zenius memutuskan untuk menutup operasionalnya setelah 20 tahun berjalan karena beberapa kendala, termasuk kondisi ekonomi yang tidak stabil.

Kendala Ekonomi

Kondisi ekonomi yang tidak stabil berdampak pada daya beli masyarakat. Hal ini berpengaruh pada keputusan orang tua dalam menyekolahkan anaknya, terutama dalam memilih tempat kursus atau bimbingan belajar. Saat ekonomi sedang sulit, orang tua cenderung memilih tempat kursus atau bimbingan belajar yang lebih murah atau bahkan tidak menyekolahkan anaknya sama sekali.

Persaingan Ketat

Persaingan di industri edtech semakin ketat. Banyak startup edtech baru bermunculan dengan berbagai inovasi dan strategi pemasaran yang agresif. Hal ini tentunya berdampak pada startup edtech lama seperti Zenius yang sulit bersaing dan mempertahankan pangsa pasarnya.

Perubahan Perilaku Konsumen

Perubahan perilaku konsumen dalam memilih layanan edtech juga berpengaruh. Saat ini, orang tua dan siswa lebih memilih layanan edtech yang praktis dan efisien seperti aplikasi mobile. Sedangkan Zenius masih mengandalkan layanan kursus secara tatap muka di tempat kursus. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan perkembangan zaman.

Dengan berbagai kendala tersebut, Zenius akhirnya memutuskan untuk menutup operasionalnya sementara waktu sampai kondisi membaik dan bisa menemukan strategi yang tepat untuk bersaing kembali.

Apa Yang Menjadi Penyebab Penutupan Zenius?

Zenius tutup operasi sementara pada Rabu (03/01) lalu karena berbagai kendala termasuk kondisi ekonomi yang tidak stabil. Hal ini tentunya mengejutkan banyak pihak, mengingat Zenius adalah pelopor lama di sektor pendidikan digital Indonesia.

Bhima Yudhistira sebagai ekonom dan Direktur CELIOS percaya bahwa apa yang terjadi pada Zenius mungkin akan terjadi pada startup edtech lainnya.

Mengapa Zenius harus tutup?

Zenius sebagai perusahaan edtech terkemuka pastinya memiliki beban operasional yang cukup besar, terutama dalam hal pembiayaan server dan infrastruktur TI untuk menyediakan layanan daringnya. Selain itu, Zenius juga memiliki beban gaji karyawan dan talenta pendidiknya.

Kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya akibat pandemi COVID-19 menyebabkan daya beli masyarakat menurun, termasuk dalam hal pembelian layanan edukasi daring. Hal ini berdampak pada pendapatan dan arus kas Zenius yang terganggu, sehingga sulit untuk memenuhi beban operasionalnya.

Ditambah dengan adanya pesaing-pesaing baru dari startup edtech lain yang menawarkan layanan serupa dengan harga lebih murah, hal ini semakin mempersulit Zenius untuk bertahan. Maka, untuk sementara Zenius memutuskan untuk menutup operasinya sampai kondisi ekonomi membaik dan mereka bisa melakukan restrukturisasi bisnis.

Bagaimana Nasib Startup Edtech Lainnya Di Indonesia Pasca Tutupnya Zenius?

Setelah Zenius tutup, apa nasib startup edtech lain di Indonesia?

Zenius adalah salah satu pemain lama di sektor pendidikan digital Indonesia. Namun, setelah 20 tahun beroperasi, Zenius memutuskan untuk sementara menghentikan operasinya pada Rabu (03/01) karena berbagai kendala termasuk kondisi ekonomi yang tidak stabil.

Bhima Yudhistira sebagai pakar ekonomi dan Direktur CELIOS percaya bahwa apa yang terjadi pada Zenius kemungkinan akan terjadi pada startup edtech lainnya.

“Insiden di Zenius bisa menyebar ke startup edtech lainnya. Karenanya, banyak edtech lainnya segera beralih dengan mengakuisisi perusahaan bimbingan belajar atau perusahaan spesialis yang tatap muka, ini adalah strategi keluar yang paling mungkin,” kata Bhima.

Startup edtech lain perlu mempelajari dari kasus Zenius. Mereka perlu:

  1. Memperluas pasar. Jangan hanya fokus pada satu segmen pelanggan saja. Perluas ke segmen pelanggan yang lebih luas dengan produk yang beragam.
  2. Mengoptimalkan biaya operasional. Kaji ulang struktur biaya dan proses bisnis. Cari cara untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.
  3. Mengandalkan pendanaan mandiri. Usahakan untuk tidak terlalu bergantung pada investor eksternal. Bangun model bisnis yang dapat menciptakan arus kas positif dari kegiatan operasional.
  4. Terus inovasi. Rancang terobosan baru yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Inovasi produk atau layanan yang mampu bersaing di masa depan.
  5. Perkuat branding. Bangun merek yang kuat dan loyalitas pelanggan. Pastikan produk dan layanan yang berkualitas sehingga pelanggan ingin terus berlangganan.

Dengan mempelajari dari kasus Zenius dan menerapkan strategi di atas, startup edtech lain

Strategi Bertahan Hidup Startup Edtech Di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Sebagai startup edtech, kamu harus memiliki strategi bertahan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi. Berikut beberapa tips untuk mempertahankan bisnis edtech-mu:

Fokus pada pengguna setia

Alihkan perhatianmu dari mencari pelanggan baru ke melayani pelanggan setiamu. Pelanggan yang sudah percaya pada produk dan layanan edtech kamu akan lebih mudah mempertahankan langganan mereka. Berikan penawaran khusus seperti diskon atau paket spesial untuk pelanggan setia.

### Diversifikasi produk atau layanan

Jangan bergantung pada satu produk atau layanan saja. Diversifikasi bisa membantu mengurangi risiko kegagalan dan meningkatkan peluang mendapatkan lebih banyak pelanggan. Misalnya, edtech yang awalnya hanya menyediakan video pembelajaran bisa menambahkan fitur kuis interaktif atau forum diskusi.

Perluas ke pasar yang lebih luas

Saat ekonomi melemah, orang cenderung lebih selektif dalam mengeluarkan uang. Oleh karena itu, perluas target pasar edtech kamu. Misalnya, jika awalnya fokus pada siswa SMA, sekarang bisa merambah ke siswa SMP atau mahasiswa. Atau jika hanya di satu kota, sekarang bisa melebarkan sayap ke kota-kota lain.

Kolaborasi dengan institusi pendidikan

Kerja sama dengan sekolah, universitas atau lembaga pendidikan lain adalah strategi ampuh untuk memperkuat posisi edtech di pasar. Kolaborasi bisa dalam bentuk program pemasaran bersama, diskon khusus untuk siswa dan guru, atau pengintegrasian produk edtech ke dalam kurikulum pembelajaran.

Dengan menerapkan strategi di atas, edtech bisa terus beroperasi dan bahkan berkembang di tengah ketidakpastian ekonomi. Yang terpenting adalah tetap fokus pada mis

Setelah Zenius Tutup: Apa Pelajaran Yang Bisa Diambil Startup Edtech Lain?

Setelah Zenius ditutup, apa pelajaran yang bisa didapat startup edtech lainnya?

Startup edtech lain perlu belajar dari penutupan Zenius. Berikut ini beberapa pelajaran penting yang bisa diambil:

1. Diversifikasi produk dan layanan

Jangan tergantung pada satu produk atau layanan saja. Zenius hanya fokus pada konten digital dan video tutorial. Startup edtech lain perlu mengembangkan produk dan layanan yang beragam, seperti kelas online langsung, buku digital, aplikasi game edukasi, dan lain sebagainya.

2. Perluas basis pelanggan

Jangan hanya fokus pada pelanggan dari sekolah dan perguruan tinggi saja. Zenius lebih banyak melayani siswa dan mahasiswa. Startup edtech perlu memperluas basis pelanggan dengan menyasar pelanggan korporasi, komunitas, dan individu.

3. Tingkatkan efisiensi dan produktivitas

Saat kondisi ekonomi tidak stabil, efisiensi dan produktivitas menjadi kunci untuk bertahan. Startup perlu mengevaluasi proses bisnis dan mengurangi biaya yang tidak perlu. Otomatisasi dan integrasi sistem dapat membantu meningkatkan produktivitas karyawan.

4. Perkuat strategi pemasaran

Pemasaran digital dan konten yang berkualitas dapat membantu memperkuat brand awareness dan mendapatkan pelanggan baru. Startup edtech perlu aktif melakukan kampanye di media sosial, optimasi mesin pencari (SEO), advertising, dan lainnya.

Dengan belajar dari penutupan Zenius, startup edtech lain memiliki kesempatan untuk berkembang dan bertahan ditengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil. Tetap optimis, berinovasi, dan beradaptasi adalah kunci untuk maju.

Conclusion

Jadi, apa pelajaran yang bisa diambil dari kasus Zenius ini? Pertama, dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini, kamu harus berhati-hati dalam mengembangkan bisnis edtech kamu. Pastikan kamu memiliki sumber pendapatan yang stabil dan beragam, jangan bergantung pada satu sumber saja. Kedua, perluas jaringan dan kerjasamamu. Jalin kemitraan dengan pihak lain yang bisa memperkuat posisi bisnismu. Ketiga, terus pantau perkembangan di sektor edtech dan tren pendidikan di Indonesia. Dengan begitu, kamu bisa menyesuaikan strategi bisnismu sesuai kebutuhan pasar.

Semoga kisah Zenius bisa menjadi pelajaran berharga buat kamu dan bisnis edtech kamu. Tetap optimis, kreatif, dan pantang menyerah. Pasti ada jalan keluarnya, asalkan kamu mau belajar dari pengalaman. Sukses!